Rabu, 30 September 2015

MENDULANG MUTIARA DARI HADITS AL-ARBAIN AN-NAWAWIYAH

💎 MENDULANG MUTIARA
DARI HADITS AL-ARBA'IN AN-NAWAWIYAH 💎

🔖Hadits Kelima🔖

⛔ Larangan Membuat Perkara-perkara Baru Dalam Agama Dan Semua Perkara Baru dalam Agama tertolak ⚠

📘 HADITS:

🔊 عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   [رواه البخاري ومسلم] وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

🔊 Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak." [HR. Al-Bukhari dan Muslim], dalam riwayat Muslim disebutkan: "Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak."

📚 FAEDAH-FAEDAH HADITS:

📎 1. Hadits ini adalah hadits yang agung, yang mana dia menjadi dalil pokok atas tercelanya  dan tertolaknya segala bentuk perkara baru atau amalan baru dalam agama yang tidak pernah ada asalnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

🔊 Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini termasuk hadits yang sepatutnya untuk dihafal dan digunakan untuk membantah segala bentuk kemungkaran (yang dibuat-buat dalam agama) serta terus disebarkan dalam berdalil dengannya.” [Syarah an-Nawawi:12/16]

🔊 Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan kaedah-kaedah Islam yang agung, dan dia termasuk dari Jawami’ Kalim Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadist ini menjelaskan dengan jelas tentang tertolaknya segala bentuk kebid’ahan dan perkara yang diada-adakan dalam agama.”  [Al-Irwa:1/128]

📋 Catatan: Jawami’ Kalim adalah kalimat yang singkat namun padat, yaitu memiliki makna dan faedah yang banyak.

📎 2. Larangan membuat perkara-perkara baru dalam agama, karena agama ini dibangun diatas dasar al-Qur’an dan Sunnah. Tidak satupun dari kita berhak membuat ibadah baru didalamnya, meskipun dengan niatan atau tujuan yang baik.

📎 3. Barangsiapa membuat perkara-perkara baru dalam agama, meskipun dengan niatan baik, maka hal tersebut tertolak, karena syarat diterimanya suatu amalan harus terpenuhi padanya dua syarat;
🔸a. Amalan tersebut harus ikhlas karena Allah.
🔸b. Amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalil yang menunjukan hal ini diantaranya adalah firman Allah Ta’ala;

{فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}

"maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."

🔊 Berkata Ibnu Katsir rahimahullah mentafsirkan ayat ini: "Ini adalah dua rukun amalan yang diterima; harus amalan itu ikhlas karena Allah dan mencocoki syariat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. [Tafsir Ibnu Katsir 5/205]

Adapun dari sunnah, hadits Umar yang telah lewat untuk syarat pertama dan hadits ‘Aisyah diatas untuk syarat yang kedua.

📎 4. Bahayanya membuat perkara-perkara baru atau beramal dengannya didalam agama, karena konsekuensi dari perbuatan bid’ah atau membuat perkara baru dalam agama telah menuduh bahwa;
🔹a. Syariat Islam belum sempurna, berarti dia menuduh Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam berkhianat, karena tidak menyampaikan syariat dengan sempurna, masih ada ibadah yang beliau sembunyikan atau belum disampaikan.
🔹b. Atau dia menganggap dirinya lebih berilmu daripada Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena masih ada perkara yang baik yang belum diketahui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Padahal Allah Ta’ala tidaklah mewafatkan Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam, melainkan dalam keadaan agama Islam ini telah sempurna, tidak butuh lagi penambahan maupun pengurangan.

Allah Ta’ala berfirman:

{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS. Al-Maidah:3]

🔊 Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “Ini adalah kenikmatan Allah yang paling besar yang dilimpahkan kepada umat ini, yang mana Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, mereka tidak butuh lagi kepada agama yang lain.”  [Tafsir Ibnu Katsir:3/26]

🔊 Berkata al-Imam Malik rahimahullah: “Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama Islam dan menganggapnya suatu kebaikan, maka sungguh dia telah menuduh bahwa Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, apa saja yang saat itu bukan bagian dari agama, maka pada hari ini (setelah diturunkan ayat tersebut) bukan termasuk (bagian dari) agama.”

🔊 Berkata Syaikhul Islam rahimahullah dalam kitab Majmu’ al-Fatawa:20/103: “Sesungguhnya pelaku kebid’ahan itu lebih jelek daripada pelaku kemaksiatan berdasarkan dalil dari Sunnah dan Ijma’. Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan untuk memerangi para Khawarij dan melarang untuk memerangi para penguasa yang zhalim. Dan beliau juga bersabda tentang para peminum khamer;

“Janganlah kalian laknat dia, karena sesungguhnya dia (masih) mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

🚪 Waffaqallahul Jami’.

----------------------------------------
✒ Disusun oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_3 Rajab 1436/ 22 April 2015_di kota Ambon Manise.

📥 Silahkan kunjungi blog kami untuk mengunduh PDF-nya dan juga mendapatkan artikel atau pelajaran yang telah berlalu serta unduh pula 2 aplikasi android Forum KIS di:
www.pelajaranforumkis.com atau www.pelajarankis.blogspot.com
---------------------------------------

📚 WA. FORUM KIS

Publikasi

WhatsApp Salafy Cirebon
_____________________________

Kamis, 17 Dzulhijjah 1436H/ 1 Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar